Terbalik

JP Christo

"Kebesaran suatu bangsa dan perkembangan moralnya dapat dilihat melalui perlakuan mereka terhadap satwa" ~Mahatma Gandhi


Pradaban manusia sering kali mengabaikan ciptaanTuhan yang sama-sama hidup di bumi ini.Walaupun dunianya berbeda, laut dan darat, mereka dahulu hidup berdampingan dengan manusia, mereka sering menolong para pelaut yang kehilangan arah bahkan yang hampir tenggelam.

Majunya pikiran manusia tidak dibandingi dengan beradabnya prilaku manusia terhadap makhluk lain.


Sebagaimamalia air lumba-lumbamerupakan yang paling cerdas.Merekahidup di lautluas, samudra yang dalam, berjalandengan sonar, berenangdalamkeluarga, danbertingkahlincahsambilmengejarikansegar.


Namun akal mereka tidak cukup daya untuk melawan manusia.Dijaring dari laut lalu ditempatkan di kolam air tawar berklorin yang sempit.Dipaksa berprilaku dengan hadiah ikan mati, demi keuntungan manusia.


Tidak berlebihan apabila sirkus lumba-lumba adalah bentuk perbudakan satwa liar demi meraup uang semata.Edukasi yang salah kaprah.


Hewan liar sudah seharusnya hidup di alamnya, tanpa gangguan manusia.Sudah sepantasnya manusialah yang berkunjung ke alam mereka, jika ingin bertemu.



Lumba-lumba ada sebelum manusia ada.Menghormati dan menjaga saudara tuanya hidup di samudra adalah sikap yang beradab, agar generasi masa depan bisa melihat dan mengenal mereka di dunia yang tidak terbalik.



.

***

Foto-foto di atas dipamerkan dalam Pameran Foto Project 88 - Denpasar Film Festival bertajuk "Air dalam Simbol" di Rumah Sanur Jalan Danau Poso 51A Denpasar 13-21 Agustus 2015.


BIODATA JOHANNES P. CHRISTO
Fotografer lepas kelahiran Jakarta, 1987, ini  menetap di Bali sejak 2005. Sering mengerjakan penugasan editorial, komersial, dan sesekali mengarap foto dokumenter. Selalu tertarik pada isu-isu sosial yang berikatan dengan satwa dan lingkungan.

Sehari-hari, Christo bekerja sebagai pewarta foto lepas untuk koran dan majalah Tempo di Bali.


0 komentar:

Premium Blogspot Templates
Copyright © 2012 project 88